Chairil Anwar Punya 4 Kebiasaan yang Tidak Patut Ditiru


Sampai hari ini, belum ada sastrawan Indonesia yang lebih besar namanya daripada Chairil Anwar. Karya-karyanya sudah dibaca oleh hampir sebagian besar orang Indonesia sejak di bangku sekolah dasar. Kebesaran namanya itu membuat ia banyak diidolakan, terutama oleh anak muda.

Sosok Chairil Anwar makin dikenal oleh anak muda masa kini setelah muncul film Ada Apa dengan Cinta (AADC). Rangga, tokoh dalam film itu suka baca buku Aku, buku skenario film biografi Chairil yang dibuat oleh Sjuman Djaya. Buku itu langsung diburu oleh remaja. Nama Chairil makin dikenal di kalangan remaja masa kini.

Chairil jadi panutan anak muda segala zaman. Gaya hidupnya yang bohemian ditiru, tapi kegilaannya pada buku tidak diikuti. Kami merangkum beberapa perilaku Chairil yang tidak perlu kamu tiru.

MENCURI BUKU


Asrul Sani, salah seorang sahabat Chairil, pernah bercerita. Mereka sering pergi ke toko buku Van Dorp dan Kolff di jalan Juanda. Suatu kali, mereka melihat buku Fredrich Nietzsche yang berjudul Also Sprach Zarathustra. Melihat buku itu, Chairil bilang ke Asrul, “Kau perhatikan orang itu. Aku mau mengantungi Nietzsche.” Saat itu, Chairil memakai celana komprang dengan kantong besar yang cukup untuk menelan buku itu.

Buku filsafat yang mereka incar itu diletakkan di rak  bersama buku-buku agama. Asrul segera memainkan perannya, sementara Chairil mengantungi buku itu. Setelah itu, mereka melangkah keluar dengan sikap ditenang-tenangkan. Sesampai di luar, tiba-tiba Chairil mengatakan, “Kok ini? Wah, salah ambil aku!” tangannya membolak-balikkan buku. Rupanya, ia bukan mengambil Zarathustra, melainkan kitab Injil!

Soal kebiasaan Chairil ini, Subagio Sastrowardoyo pernah mengisahkan, Chairil pernah ditangkap polisi. Ketika ditangkap itu, Chairil memberikan alamat Sutan Syahrir, Omnya, kepada Subagio. Kemudian Subagio pergi ke alamat itu untuk mengurus pembebasan Chairil. Sesampai di sana, ia bertemu dengan Sutan Syahrir. Omnya itu malah tertawa terbahak-bahak, “Rumah saya hanya dipakai sebagai alamat saja, tidak pernah di sini dia!”

Perilaku mencuri ini tidak perlu kamu tiru, kecuali kamu ingin berurusan dengan polisi seperti Chairil.

“MEMINJAM” BUKU-BUKU TEMAN


Kata Subagio Sastrowardoyo, Chairil Anwar punya prinsip bukumu bukuku, rumahmu rumahku. Chairil sering mengambil buku-buku milik Subagio, lalu menjualnya di Pasar Senen. Namun, Subagio selalu berhasil menemukan bukunya kembali di lapak-lapak buku loak di sana.

Bersama temannya, Bahrum Rangkuti, Chairil sering mengunjungi perpustakaan pribadi Jassin. Kata Karim Halim, mereka berdua suka pinjam buku-buku Jassin tanpa meninggalkan tanda pinjam.

Jassin mengungkapkan perilaku Chairil ini, “… dia punya sifat yang kadang-kadang membuat menggelegak. Misalnya dia biasa datang ke rumah meminjam buku, meminjam mesin tulis, tapi ada kalanya dia meminjam tanpa tanya, terus dibawa saja.”

Perilaku Chairil yang gemar “meminjam” buku milik teman-temannya ini tidak perlu kamu tiru. Kalau kamu nekat juga, bisa-bisa kamu bakal dimusuhin teman-temanmu. Masih untung kalau temanmu tidak sampai lapor ke polisi. Kalau lapor? Bisa gawat!

MEMPLAGIAT KARYA PENULIS LUAR


Suatu kali, Chairil Anwar mengirim puisinya kepada HB Jassin berjudul Datang Dara Hilang Dara. Jassin memuat puisi itu di majalah Panji Pustaka. Belakangan, Jassin mengetahui puisi itu bukan puisi asli, melainkan puisi karya Hsu Chi Mo yang berjudul A Song of the Sea. Gara-gara hal itu, Jassin dan Chairil sempat bertengkar. Chairil juga pernah memplagiat karya Archibald MacLeish yang berjudul The Young Dead Soldier. Puisi itu ia beri judul Karawang-Bekasi.

Dalam buku Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45, Jassin mengklasifikasi karya-karya Chairil yang mirip dengan karya penulis luar. Menurutnya, ada beberapa puisi Chairil yang hanya terpengaruh saja, ada beberapa puisi yang merupakan saduran dari karya aslinya seperti Karawang Bekasi, dan ada beberapa puisi memang hasil terjemahan.

Chairil sengaja tidak menyebutkan puisinya hasil saduran atau terjemahan. Pada masa itu, karya terjemahan kurang diminati oleh majalah. Kebanyakan majalah lebih suka memuat karya asli, padahal Chairil butuh banyak uang untuk membiayai pengobatan penyakitnya. Begitu pembelaan yang dilakukan oleh Jassin terhadap Chairil.

Tentu kamu tak perlu meniru perilaku ini, apalagi jika kamu penulis pemula. Kalau kamu nekat melakukannya, bisa-bisa media masa akan memasukanmu dalam daftar hitam. Chairil sudah terkenal dan dia punya Jassin yang sangat dihormati. Orang akan mendengarkan alasan yang dikemukakan Jassin. Namun, jika kamu yang melakukannya, siapa yang akan membela?

TIDAK MENGURUS DIRI


Kehidupan Chairil yang bohemian, menyebabkan ia kurang mengurus diri. Pada pertemuannya yang pertama kali dengan Chairil, Asrul Sani menuturkan kesannya, “Chairil tampak sangat lusuh, wajahnya kotor, bajunya kumal, matanya merah.”

Sri Ayati, yang namanya disematkan dalam puisinya Senja di Pelabuhan Kecil juga mengisahkan tentang penampilan Chairil ini. “Rambutnya acak-acakan. Matanya merah, karena kurang tidur. Di tangan kiri dan kanannya penuh buku-buku. Memang Chairil dikenal sebagai kutu buku,” kata wanita pujaan Chairil itu.

Puncak dari cara hidup Chairil yang tidak mengurus dirinya dikisahkan Achdiat K. Mihardja, pengarang novel Atheis itu. Suatu malam, di rumah Jassin berkumpul Achdiat, Katili, Utuy, Amal Hamzah, dan tentu saja Jassin sendiri. Saat mereka asyik ngobrol, tiba-tiba Chairil muncul dari balik pintu. Wajahnya pucat sekali. Katanya, “Saya baru diperiksa dokter. Dia bilang, kalau saya tidak ubah cara hidupku, saya mati dalam 5 tahun lagi.”

Tidak lama berselang dari malam itu, Chairil berkunjung ke Balai Pustaka. Ia memperlihatkan draf puisinya kepada Achdiat. “Baca,” katanya kepada Achdiat. Achdiat membaca puisi itu. Ia terpaku saat membaca kalimat “Di Karet! Di Karet! Tempatku yang akan datang”. Hanya 2 atau 3 minggu kemudian, Amal Hamzah mengabarkan berita, Chairil meninggal dunia di rumah sakit CBZ (sekarang RS Cipto Mangunkusumo).

Kamu tentu tidak ingin mati muda seperti Chairil kan? Apalagi kalau puisi-puisimu belum sehebat dan seterkenal puisi-puisi Chairil.

Pernah dimuat di https://spoilaaa.wordpress.com
Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini