Love Messages #2

Oleh De Zha Voe





Argi memandangi kertas print outnya, sekali lagi membaca tuliasan yang tertera di sana. Tadi pagi sebelum dia mesuk ke kelas, dia sempat membuka e-mailnya di ruang redaksi majalah sekolah yang dikelola olehnya. Banyak e-mail yang masuk ke inboxnya. Selain dari anak-anak di sekolahnya, majalah sekolah yang ia kelola juga menerima kiriman naskan dari sekolah-sekolah lain. Dan salah satunya dari seseorang yang mengaku Lelaki Terindah.

To : ad_maniez@suka.co.idFrom : lelaki_terindah@tahoo.com
Date : Fri, 20 May 2005 14:31:04 -0000Subject : LOVE MESSAGE

Dear ADPersuaan pertama denganmu, meninggalkan jejak-jejak cinta di hatiku. Coba kususuri jalan itu, untuk sampai kepadamu. Masihkah tersisa ruang di hatimu bagi diriku? Aku ingin sekali menempatinya. Menghiasnya dengan bunga-bunga kasih. Meski kutahu itu hanya bayang-bayang semu yang tinggal di ruang-ruang inginku. Tapi apa salahnya menyimpan harapan? Kelak, kau akan tahu siapa aku, dan mungkin kau akan menjauhiku. Atau malah sebaliknya? Ah, yang kuharap begitu. Tak lagi bisa kupungkiri. Aku cinta padamu!

With Love

Lelaki Terindah

“Apaan, nih?” Arga yang baru kembali dari memberi umpan cacing-cacing di dalam perutnya di kantin sekolah, merebut kertas print out dari tangan Argi. Argi mencoba merebutnya kembali.

“Kembaliin!”

“Sebentar.”

“Nanti robek!”

Arga terus menghindari tangan Argi yang terus berusaha merebut kembali kertasnya sambil matanya membaca isi kalimat-kalimat yang tertulis di atas kertas itu. Pemuda kurus berambut lagam berombak itu mengerutkan keningnya setelah berhasil membaca tuntas semua kalimat di dalam surat itu. Mengulum senyum, sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak.

“Huahahaha… sejak kapan ade gue jadi romantis abis begini???”

Argi makin sewot. Dia segera merebut kertas itu dari tangan Arga. Tapi…

Prek!

“Yah, robek…”

“Ups…”

“Argaaaaaaaa..!!!”

Arga lekas-lekas melejit meninggalkan saudara kembarnya yang siap menghujaninya dengan jitakkan. Pemandangan akrab yang kerap terjadi di dalam kelas: Arga dan Argi kejar-kejaran saling bertukar jitakan.

***

Cahaya bulan yang keperakan menerobos jendela kamar Argi yang terbuka. Angin bersiut. Sepoi. Di depan meja belajar, di sudut kamar bernuansa biru itu, Argi duduk sambil tangannya sibuk menyusun kembali kertasnya yang terkoyak jadi dua. Surat cinta. Yang dikirimkan oleh Lelaki Terindah ke alamat emailnya.

Ah, siapa ya Lelaki Terindah itu?

Pintu kamar Argi terbuka. Seraut wajah muncul dari balik pintu. Arga. Pemuda yang masih mengenakan baju koko dan sarung itu memamerkan deretan gigi putihnya.

“May I come in?”

Argi gak menjawab. Dia sibuk merekatkan suratnya yang koyak. Dia bakan seolah tidak peduli dengan kehadiran saudara kembarnya itu, yang kini asyik senyum-senyum sendiri menyaksikan kesibukan Argi dari balik punggung gadis itu.

“Duh, buat siapa sih tuh surat?”

“Buat gue,” jawab Argi sekenanya, tanpa menolehkan kepala.

“Masa elo nulis surat buat diri sendiri, sih?”

Argi menoleh, menghadap ke arah Arga. Wajahnya hanya beberapa senti dari muka Arga. Gadis itu memandangi wajah saudara kembarnya. Arga mengibas-kibaskan tangannya di depan muka Argi. Gadis kuning langsat itu menepisnya.

“Elo kenapa sih, ngeliatin gue kayak orang nepsong begitu?”

“Iya. Gue emang napsu sama elo!”

“Hah? Jangan macem-macem, Gi! Gue kan sodara kembar lo!”

“Justru karena elo sodara kembar gue makanya gue napsu sama elo.”

“Haram, Gi!”

“Gue napsu mau ngejitak kepala lo!”

Pletak!

“Aduh!” Sebuah jitakan mendarat di kening Arga yang lebar. Arga meringis kesakitan memegangi keningnya. “Elo kok ngejitak jidat gue?! Salah gue apa?”

“Bego!”

“Gue? Bego?”

“Banget!”

“Masa sih, Gi?”

Argi membentangkan kertas merah jambu yang sudah direkatkan kembali di depan mata Aga. “Baca yang bener!”

“D-e-a-r A-D…” eja Arga.

“Tau kan maksudnya?”

“Tau dong! AD yang tercinta, kan?”

“Yap!”

“Tapi, Gi… AD itu siapa, sih?”

Pletak! Sebuah jitakan kembali mendarat di kening Arga.

“Kenapa lagi?”

“Masih bego!”

“Lagi?”

“Iya! AD itu inisial nama gue. Argi Dahlia. Ngarti?”

“Ya, ya, ya...” Arga mengangguk-anggukkan kepala. “Tapi, Gi... gue kok masih gak yakin kalo ada orang yang mau ngirimin surat cinta buat elo...”

“Ala... bilang aja elo ngiri kan?”

“Bukannya ngiri. Lo kan tau, gue juga sering kebanjiran surat dari penggemar-penggemar yang kepengen jadi pacar gue…”

“Uh, ge er amat lo!”

“Faktanya emang begitu, kok.”

“Terus, kenapa lo belom punya pacar sampe sekarang?”

“Males. Buang-buang waktu. Gak perlu banget gitu loh!”

“Ala… bilang aja gak ada yang mau sama elo.”

“Apa perlu gue tunjukin surat-suratnya ke elo?”

“Gak perlu.” Sebenarnya Argi juga tau kalo kembarannya itu lumayan laku di pasaran. Di kelas mereka saja ada tiga biji yang terang-terangan—tanpa rasa malu—menyatakan cintanya kepada cowok kurus itu.

“Eh, Gi...” kata Arga, “elo tau gak siapa yang ngirimin surat cinta itu?”

“Lelaki Terindah!”

“Siapa tuh? Tukang ojek ya?”

“Hah?!?”

Arga meringis. Dia segera meninggalkan kamar Arga sebelum gadis itu berubah jadi Jet Lee.

***

Argi masih tidur pulas saat Arga menyelinap ke dalam kamarnya, dia memutar semua jam di kamar Argi jadi lebih cepat satu jam. Lalu pergi ke kamar mandi, mengambil seember air.

“Beres!” ujar Arga, sebelum beranjak dari depan pintu kamar Argi. Arga cekikikan sendiri, membayangkan tragedi yang bakal menimpa kembarannya.

“Lagi ngapain Mas Arga?” tanya Bik Sumi, pembantu rumah yang badannya mirip buldozer.

“Ssstttt... jangan keras-keras!” Arga melekatkan telunjuknya ke bibirnya. Bik Sumi mengangguk-angguk.

“Nasi gorengnya sudah saya siapin di meja.”

“Yang goreng siapa?”

“Bunda.”

“Sip!” Arga segera bergegas ke ruang makan. Bunda sudah menunggu di sana. Nasi goreng buatan Bunda memang tiada duanya. Arga sayang banget sama Bundanya. Meskipun dia sibuk bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan BUMN, Bunda selalu punya waktu memasak buat anak-anaknya!

Di dalam kamarnya, Argi masih asyik memperdengarkan suara ngoroknya. Semalaman dia mandangin surat cinta yang dikirimkan seseorang ke alamat e-mailnya. Sampai gak inget sama waktu. Tau-tau sudah hampir subuh. Baru Argi memejamkan matanya.

Sendokan terakhir nasi goreng buatan Bunda tuntas dibenam Arga ke dalam mulutnya. Hanya tinggal Bunda saja yang mereka punya. Ayah sudah lama berpulang ke sisi Yang Mahakuasa, karena kecalakaan pesawat.

Arga siap berangkat ke sekolah. Hmm... sudah waktunya, neh! Arga beranjak ke depan pintu kamar Argi. Mengambil handphone, mencari nomor Argi pada phonebooknya, lalu menghubungi kembarannya itu. Tersambung!

Terdengar suara ringtone Hp Argi mengisi ruang suara di kamar bernuansa serba biru itu. Cukup lama juga sebelum akhirnya diangkat.

“Halo!” sapa Argi masih dengan mata terpejam.

“Assalamu alaikum!” sapa Arga.

Kening Argi berkerut. Kok kayak suaranya si... Argi membuka matanya. “Arga?! Iseng banget sih lo! Gue masih ngantuk tau!”

“Heh,” kata Arga, “jawab dulu dong salam gue!”

“Iya, iya... wa’alaikumussalam!”

“Gue cuma mau bilang kalo bentar lagi bel masuk bakal dibunyiin. Kalo lo nggak buru-buru mandi sekarang, elo bakalan telat ke sekolah!”

“Hah?!?” Argi melirik jam weker di atas meja belajarnya. Jarum jam menunjuk angka 7 tepat! Argi memutus sambungan telepon. Gegas gadis itu beranjak dari tempat tidurnya, setengah melompat. Menyambar handuk, sebelum ngacir keluar kamarnya. Namun baru saja dia membuka pintu...

Byurrrr!

Ember berisi air yang Arga gantung di atas pintu kamar Argi jatuh persis di atas kepala Argi.

“Nggak usah buru-buru, lagi...” ujar Arga yang berdiri di depannya sambil senyum-senyum, menertawai Argi yang basah kuyup, “baru juga jam enem pagi. He he he...”

“Argaaaaaa!!!”

Cowok kurus itu lekas-lekas angkat kaki sebelum Argi berniat mendaratkan jitakan di jidatnya yang nong-nong. He he he... sukses!

Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini