Love Messages #6

Oleh De Zha Voe
Diterbitkan Aditera, 2007


Tawamu adlh surga
izinkan aq tinggal di dlmnya
akn kubuat kau slalu
tertawa
Sender: +62815693142
Sent: 26 May 2005 10:15:53

Arga meneruskan pesan itu ke nomer Argi. Kebetulan dia lagi tidak berada di dekat Argi. Lagi browsing internet di ruang redaksi. Cari-cari bahan artikel yang seru buat majalah SUKA edisi bulan depan. Gak berapa lama Hp Arga bergetar. Ada SMS masuk.

Thx y, Bro!
Sender: Dini 08568934810
Sent: 26 May 2005 10:17:05

Arga memilih menu reply pada Hp-nya. Menulis pesan balasan. Lalu mengirimkannya ke nomer Argi.

Smsnya knpa msh dikrimin k no gw ya?
Lo udh ksh tau no lo ke dia?
Sent to: Argi 081802901697

Beberapa menit kemudian datang SMS balasan dari Argi.

Gw blom ad plsa :-(
Sender: Dini 08568934810
Sent: 26 May 2005 10:20:35

Arga kembali membuka SMS dari Lelaki Terindah, lalu mereplynya.

Gw udh trima puisinya. Bgs bgt.
Gw sk. Thx y! Btw bsk2 klo mo
sms gw k no ni aj: 081802901697
Sent to: +62815693142

Kemudian Arga mengirimkan SMS ke nomer Argi.

Gw udh balesin smsnya.
Trz gw jg ksh tau no lo ke dia
Sent to: Argi 081802901697

Beberapa saat kemudian datang SMS balasan dari Argi.

Thx bgt y, Bro!
Lu emg sdra gw yang plg OK!
Sender: Dini 08568934810
Sent: 26 May 2005 10:25:02

Arga me-reply SMS ke nomer Argi.

Sdra lo kan emg cm gw doang :p
Sent to: Argi 081802901697

Gak berapa lama datang balasan dari nomernya Dini.

Woi! Udh dunk smsannya!Tar plsa gw abis!!!!
Sender: Dini 08568934810
Sent: 26 May 2005 10:30:05

Bel tanda berakhirnya jam istirahat mengudara. Arga mengclose semua situs yang dibukanya, sebelum menturn off komputernya.

***

“Jadi, lo gak kenal sama Lelaki Terindah itu?” tanya Dini. Sesumpit mie ayam lesap ke dalam mulutnya.

“Kagak,” jawab Argi, menyeruput kuah mie dari mangkoknya. Slurfffppp...

“Argi jorok!” tukas Fifi.

“Fifi norak!” balas Argi, “Orang Jepang kalo makan mie juga begini.”

“Emangnya Argi orang Jepang?” gugat Fifi.

“Ya... bukan sih. Tapi kita kan pernah dijajah Jepang,” kilah Argi. Dia memang paling jago ngeles. Fifi mati kutu, gak bisa nyerang anak itu lagi.

Dini meletakkan mangkok mienya yang telah kosong di atas meja beranda depan rumah Argi yang teduh, tempat di mana mereka berada saat ini.

“Elo pernah coba telepon ke dia?”

“Sering. Tapi gak pernah diangkat.”

“Kok gitu, sih?”

“Mana gue tau,” Argi mengangkat bahu.

“Mungkin dia nggak pengen elo tau siapa dia? Makanya dia gak mau terima telepon elo. Mungkin aja dia orang deket. Makanya takut kalo elo ngenalin dia dari suaranya.”

Argi mengangguk-anggukkan kepalanya. “Bisa jadi...”

“Tapi, Gi... masa lo gak punya petunjuk sama sekali sih, Gi?” Menuangkan air putih dari botol ke dalam gelas, sebelum mereguknya. Dini masih penasaran soal Lelaki Terindah yang sering mengirimkan pesan-pesan cinta ke ponsel Argi.

“Peta maksud lo?”

“Fifi punya bola dunia!” sambar cewek berkulit putih itu.

“Yee... pada nggak nyambung!” Dini sewot, “emang kita mau traveling?! Maksud gue, petunjuk yang bisa mengantarkan elo pada kemungkinan-kemungkinan siapa sesungguhnya cowok yang mengaku dirinya Lelaki Terindah itu!”

“Aha!” jerit Argi tiba-tiba, sambil ngelap mulutnya yang belepotan kuah mie ayam.

“Ada petunjuk, Gi?”

“Mie gue abis!”

“Fifi juga finish!” timpal Fifi selepas menuntaskan suapan terakhir ke mulutnya.

“Aduuuhhh! Serius dong lu pada!”

“Gue serius,” Argi menunjukkan mangkoknya yang telah kosong pada Dini, “Gak ada sisa kan?”

“Yee! Siapa yang nanyain mangkok mie lo?!”

“Abis apa?” tanya Argi polos.

“Petunjuk! Petunjuk!”

“Petunjuk apa?”

Dini menepuk jidatnya. “OMG!”

“Hah?” Argi sama Fifi melongo.

“Apa tuh maksudnya?”

“Oh my God!”

“Oooo...” seru Argi dan Fifi berbarengan.

“Fifi nambah ya, Gi?”

“Kecil-kecil uler kadut lo!” cela Dini.

“Hehehe...” Fifi meringis.

Sore itu memang Argi yang bertindak jadi cukong, setelah sepulang sekolah tadi Dini sama Fifi diseret-seret dengan paksa mengantarkanya ke kantor majalah Kawanmu untuk mengambil honor tulisannya yang dimuat di edisi lalu majalah khusus cewek itu.

“Ya, udah,” kata Argi, “pesan aja lagi. Gue juga mau.”

“Pesen dua, nih?”

“Ehm... gue juga mau deh, Fi...” kata Dini malu-malu.

“Huuu! Tadi aja sok ngatain Fifi uler kadut!”

“Hehehe...”

“Duitnya, Gi?”

“Tar aja sekalian.”

Fifi segera melesat ke ujung gang rumah Argi, tempat gerobak mie Mas Gino ditambatkan. Melihat kedatangan Fifi, wajah Mas Gino secerah cuaca sore itu.

“Nambah, Neng?” tuding Mas Gino.

“Emang nama saya Neneng?!” protes Fifi.

Mas Gino nyengir.

“Bikinin tiga porsi lagi ya, Mas!”

“Sip!” Mas Gino segera mencemplungkan tiga gulung mie dan potongan sawi ke dalam panci rebusnya. Membariskan tiga mangkok, mengecrotkan minyak ayam, kecap asin, lada halus dan micin seujung gagang sendok ke dalamnya.

“Wuuuiiihhh... siapa yang lagi ulang taon nih?” tegur Arga yang baru saja turun dari angkot.

“Argi.”

“Tumben amat...”

“Dia baru terima honor cerpen dari majalah Kawanmu.”

“Asyik!” Arga loncat-loncat kegirangan sambil megangin perutnya yang keroncongan.

Mas Gino membuka tutup panci, mengangkat tiga gulung mie dan sawi yang telah matang, untuk kemudian dibagi rata ke dalam tiga mangkok yang telah diberi bumbu.

“Bikinin saya semangkok ya, Mas!”

“Sip!” Mas Gino mengacungkan ibu jarinya di depan muka Arga. Mengambil segulung mie, membuka tutup panci, siap melemparkan gulungan mie ke dalam panci.

“Eit!” cegah Fifi, saat tangan Mas Gino telah berada di atas panci yang mengepulkan uap panas, “tunggu dulu!”

“Kenapa?”

“Mie pesenan Arga siapa yang bayar?”

“Argi.”

“Ih, Arga PD abis!”

“Lho?”

“Emangnya udah bilang?”

“Emangnya harus bilang?”

“Aduh... cepetan kasih keputusan dong!” sela Mas Gino, “Tangan saya panas, nih!”

“Bilang dulu sana!”

“Tar aja deh bilangnya kalo mienya udah jadi.”

“Pokoknya Fifi gak mau nanggung ya?”

“Masih lama nih?” sela Mas Gino lagi, “saya hitung sampai tiga ya. Satu...”

“Gue malas bolak-baliknya, Fi.”

“Dua...”

“Yah, itu mah derita Arga. Dari pada udah mesen taunya Argi gak sudi bayarin, gimana?”

“Ti...”

“Yah udah deh Mas, saya tanya dulu sama Argi. Nanti saya balik lagi ke sini kalo udah di acc sama Argi.”

“SMS aja, Ga. Saya menerima pesanan via SMS juga kok.”

“Emangnya punya?” Arga ragu.

“Hp?”

“Iya.”

Mas Gino membuka laci gerobaknya. “Mau pilih yang merek apa?”

“Hah?!?”

Mata Arga dan Fifi membulat menyaksikan berbagai merek dan seri Hp terkini ada di dalam laci gerobak Mas Gino. Dari merek Nukie, Sieman, Sonia Ericsono, Sumsang, sampe merek Alcetel ada!

“Nggak usah pada kagum gitu, dong,” kata Mas Gino.

“Banyak banget, Mas! Nyulik di mana Hp sebanyak itu?”

“Sebarangan aja!” Mas Gino keki dituduh begitu sama Arga. “Usaha sampingan saya memang jual beli Hp bekas!”

“Sori deh Mas... saya kan cuma becanda.”

“Jual voucer pulsa juga nggak, Mas? Tanya Fifi.

“Ada, ada!” mas Gino mengeluarkan bermacam-macam voucer pulsa dari tas pinggangnya. “Hp-nya pake apa?”

Arga garuk-garuk kepala. “Mas Gino sebenernya jualan mie ayam apa jualan Hp bekas sama voucer sih?”

“Yah, ini kan namanya sambil menyelam minum air.”

“Gak takut kembung, Mas?” ledek Arga.

“Yah, namanya juga usaha...”

“Arga bawain yang semangkok, ya?” mohon Fifi, sebelum melangkahkan kaki kembali ke beranda depan rumah Argi dengan dua mangkok mie ayam di tangannya. Arga menyusul kemudian, selepas mencatat nomer Hp Mas Gino.

“Gi, gue pesen juga ya?” mohon Arga, mengulurkan tangan menyerahkan mangkok mie yang dibawanya kepada Argi.

“Elo mau juga?”

“Yoi, perut gue keroncongan nih. Tadi pagi gak sarapan gara-gara jatah sarapan gue elo embat.”

“Ya, udah,” kata Argi, “tapi tanya dulu apa ayamnya masih ada?”

“Masih kok. Tadi gue liat masih sepanci,” terang Arga.

“Siapa tau aja sekarang udah abis.”

Arga mengeluarkan Hp-nya, mengetik pesan.

Mas Gino, aymnya msh ad ga?Sent to: Mas Gino 08158935003

Message Sent. Gak berapa lama Hp Arga kembali bergetar. Ada SMS masuk. Dari mas Gino.

Msh sepanci! Knpa? Jd psn ga?Sender: Mas Gino 08159835003Sent: 26 May 2005 15:34:33

“Masih banyak, Gi!” lapor Arga.

Argi beranjak dari tempat duduknya, berjalan ke halaman belakang rumah untuk beberapa saat, sebelum kembali lagi sambil menggendong Delon, ayam piaraannya. Argi menyerahkan Delon kepada Arga.

“Bawa ke Mas Gino, gih!”

“Buat apa?” Arga heran.

“Kata lo tadi ayamnya Mas Gino masih ada?”

“Iya. Sepanci. Terus?”

“Aduin gih sama si Delon.”

“Hah?” Arga bengong, menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

“Huahahaha...” Dini dan Fifi tertawa ngakak.

Sebuah motor Kawasaki Tinja warna hijau metalik berhenti di muka pagar rumah yang berseberangan dengan kediaman keluarga Arga dan Argi. Si pengendara membuka helmnnya. Argi, Dini dan Fifi membeku, seperti tersihir oleh wajah tampan penunggang motor berCC besar itu.

Pengendara Kawasaki Tinja itu menoleh ke arah mereka. Melengkungkan senyum melambaikan tangannya ke udara. Ujung rambut cowok bertampang Alessandro Del Pierro yang panjang sebahu itu tergerai ke udara di permainkan angin sore. Arga membalas lambaiannya.

“Baru pulang sekolah?”

“Biasa... latihan dulu.”

Climbing?”

“Iya. Minggu depan mau naek gunung!”

“Ke mana?”

“Ke Slamet. Kenapa? Lo mau ikut?”

“Wah, boleh juga tuh, sekalian cari bahan tulisan buat majalah.”

“Oke, tar lo kasih tau gue aja kalo jadi mau ikut ya!”

“Oke deh,” jawab Arga. Cowok penunggang Kawasaki Tinja itu menuntun motornya masuk ke halaman rumahnya yang besar.

“Keren banget!” ujar Fifi.

“Macho!” timpal Dini.

“Siapa, Ga?” tanya Argi, setelah sosok cowok itu menghilang di balik pintu rumahnya.

Want to know aja!” ucap Arga cuek, melempar Delon yang sejak tadi ada di gendongannya ke pangkuan Argi.

“Arga gila!” jerit Argi, berusaha menyelamatkan mangkok mienya biar gak tumpah.

“Elo mau tau?”

“Mau dong!” sambar Dini.

“Eh, elo buat apa tau?” gugat Argi.

“Fifi juga mau tau.”

“Ini lagi,” sungut Argi, “pake ikut-ikutan. Emangnya mau tau apa?”

“Fifi mau tau, masih boleh nambah semangkok lagi nggak?”

“Hah?!?” seru Argi dan Dini bersamaan.

“Kalian kok malah buka forum sendiri?” Arga keki dicuekin, “jadi mau tau nama tuh cowok gak?”

“Mauuuu...!!!” kor ketiga cewek itu.

“Tapi ada syaratnya?”

“Apa?”

“Kalian harus traktir gue di kantin tiap hari, selama satu bulan penuh!”

“Ogah banget!” jawab Dini.

“Apalagi Fifi!” tambah Fifi.

Hanya Argi saja yang belum memberikan keputusan.

“Elo gimana, Gi?”

“Seminggu, gimana?” tawar Argi.

“Deal!” Argi dan Arga saling berjabatan tangan tanda perjanjian telah disetujui.

“Namanya Kembara Bagaskara.”

“Sekolah di mana?”

“Di SMU Hitam Putih.”

“Kelas?”

“Di atas kita setaon.”

“Sejak kapan kalian kenal?”

“Udah dua mingguan lebih. Dia sama orangtuanya pernah bertamu ke rumah kita, waktu baru pindah.”

“Masak sih? Kok elo gak pernah cerita?”

“Buat apa?”

“Terus gue di mana waktu mereka ke sini?”

“Yeah, mana gue tau. Tanya aja sama diri lo sendiri. Tapi kalo gak salah, elo lagi nginep di rumahnya Dini deh.”

“Oh, yang waktu itu...” Argi menoleh ke arah Dini, “Gara-gara elo ngajak-ngajak gue nginep sih, Din!”

“Yee... kok jadi nyalahin gue?”

“Satu lagi,” kata Argi, “minta nomer Hp-nya dong!”

“Gak punya,” jawab Arga, “Gue pesen mie Mas Gino ya?”

“Fifi juga ya, nambah lagi?”

“Elo gak sekalian nambah, Din?” tanya Argi ketus.

“Makasih deh. Gue lagi diet!”

“Diet mah dua mangkok mie diembat!”

Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini