Kota Hujan


Kota itu dinamakan kota hujan karena sepanjang tahun hujan turun di kota itu. Meski selalu diguyur hujan, kota itu tidak pernah kebanjiran. Akar-akar pohon di kota itu selalu setia menampung hujan rinai atau badai.

Pagi itu, awan hitam mengepung kota hujan. Orang-orang kerja. Orang-orang sekolah. Orang-orang dagang. Orang-orang melakukan apa pun yang mereka suka. Tidak ada yang terganggu dengan awan itu. Namun, di balik sebuah jendela hotel, seorang gadis yang baru saja bangun tidur meneteskan hujan dari matanya. Awan hitam yang mengepung kota itu pindah ke dalam kamarnya.

"Sejak itu, hujan tidak pernah turun lagi di kota hujan," kata seorang pendongeng. Para pendengar bertanya, apa yang terjadi? Kata pendongeng itu, "Hujan yang turun dari matanya membasahi lantai kamar hotel, lalu mengalir ke lubang-lubang pembuangan. Akar-akar pohon tak bersedia menampung hujan yang turun dari matanya."

Pawang hujan diundang untuk menghentikan hujan yang merinai dari matanya. Namun, tiada seorang pun yang mampu menghentikannya. Kota itu mulai digenangi air hujan. Pompa-pompa air tak berdaya menyedot genangannya sebab sungai tak bersedia mengalirkannya ke lautan.

"Kota itu tenggelam, meski hujan tidak pernah lagi turun di kota itu," kata pendongeng mengakhiri ceritanya sebelum mendayung sampannya, meninggalkan para pendengar yang masih termenung di perahunya masing-masing. "Hei!" kata seseorang dari atas perahunya, "Kau tahu di mana kami bisa menemui gadis itu?" Pendongeng itu mengangkat bahu, terus mendayung di antara ranting-ranting pohon dan atap-atap bangunan.

Bogor Asri, 14/3/2015

Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini